Senin, 14 Januari 2008

NOMADISME

NOMADISME POLITIK CAGUB

Oleh:Deman Huri Gustira


Beberapa hari yang lalu kita di kejutkan oleh berita media local ternyata Gubenur Usman Jafar adalah anggota partai Golkar, pengakuan ini disampaikan kepublik setelah pengumuman lembaga survei Indonesia menempatkan dia pada posisi di urutan ke satu.
Pengankuan Usman Jafar jelas membuat terkejut masyarakat terutama partai utama yang selama ini mendukung Usman Jafar menjadi Gubenur, yaitu Partai persatauan pembangunan.
Pengakuan Usman Jafar sebagai anggota partai Golkar bukan asal pengakuan tetapi ini adalah fakta politik. Bahwa Usman mencoba mengambil simpati dari partai berlambang pohon beringing tersebut, setelah ia diyatakan menepati urutan ke-1 yang dilakukan oleh partai Golkar dengan Lembaga Survai Indonesia
Apa yang dilakukan UJ panggilan akrab Usman Jafar, tidak lepas dari scenario dia untuk memenangkan Pilgub 2007 didaerah ini dari sipatisan partai Golkar. Apa yang dilakukan oleh Usman Jafar juga sudah dilakukan oleh calon-calon Gubenur lainya, walaupun bentuk dan metodenya berbeda.
Ada tokoh partai politik tertentu mencoba berapiliasi dengan partai-partai lain yang notabene secara ideologis sangat jauh berbeda, tokoh agama bermetamorfosis menjadi seorang politikus, tokoh NGO yang biasa dekat dengan basis komunitas rakyat berapilasi dengan partai.
Pada saat acara agamaan mereka seolah-olah menjadi seorang ulama, pada saat olahraga dia bermetamorfosis menjadi seorang olah ragawan atau ketika acara seni ia bermetamorfosis menjadi seorang seniman fenomena politik ini di sebut Nomadisme politik.
Menurut Yasraf A. Piliang dalam bukunya berjudul Transpolitika, Nomadisme tidak saja merupakan kecendrungan psikologis, khusunya psikologis politik. Nomadisme politik digerakan oleh semacam mental nomad (nomad psychology), yaitu kondisi psikis para politikus yang dicirikan oleh sifat inkonsistensi, tidak pernah menetap, dan tanpa pernah menetap, dan tanpa ketetapan (ucapan, diri, identitas, keyakinan, ideologi). Ia hidup didalam semacama ruang petualangan politik space, yang didalamnya diri, simbol, identitas, dan ideologi menjadi semacam pakaian yang dengan mudah ditukar yang didalamnya, dengan mudah ditukar dengan kekuasaan, dan keyakinan (politik, agama, cultural) dapat ditukar dengan sebuah kursi
Hampir semua calon Gubenur di Kalimantan Barat bersikap nomadisme, apakah calon yang mempunyai basis partai politik, LSM ataupun yang tidak mempunyai basis partai politik sama sekali, nomadisme politik pasti dilakukan.
Permindahan ini kadang juga mencengankan sebagian konstiuen yang jelas-jelas berjuang untuk partai, atau untuk komunitas masyarakat tertentu. Tetapi menjelang Pemilu ataupun pilkada perpindahan identitas sudah dianggap yang biasa, suara-suara kontituen ditinggalkan begitu saja sehingga kadang aktor politik nomad bisa disebut dengan “kutu loncat”.
Mengapa nomadisme bisa terjadi. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya Nomadisme politi, Pertama: Ketidak mampuan aktor politik berperan konsisten terhadap partai atau intitas yang ia miliki, Kedua:Karena aktor politik tidak yakin komunitasnya mampu bersaing dalam persaingan politik, Ketiga: Inmorolal politik, dibangung oleh sikap tanpa rasa malu dan etika oleh permainan moralitas karena mempunyai hasrat berkuasa sehingga aktor tanpa mempedulikan publik, konsituen, wacana politik yang berkualitas, dan mencerahkan. Keempat: Tidak mempunyai akar identitas, ideologi yang kuat apakah dipartai politik ataupun dimasyakat
Apa yang terjadi apabila aktor-aktor politik bersifat nomad, partai yang di bangung hanya sebagai simbol perjuangan rakyat saja dan mainan para nomand politikus, komunitas yang dibangun hanya sebagai loncatan demi untuk merebut hasrat kekuasaa. Sehingga entitas partai, basis rakyat menjadi absurd dan mebuat rakyat menjadi ansikh (ragu) terhadap partai, lembaga komunitas yang dibangun Karena partai atau lembaga yang dibuat hanya sebagai loncatan untuk merebut hasrat kekuasaan.
Sehingga fungsi partai atau lembaga yang berbasis pada komunitas akhirnya lepas dari akar rumput, padahal menurut Antonio Gramcy yang terkenal dengan teori Hegemoninya. Partai politik merupakan sebuah organisem, sesuatu unsur masyrakat yang kompleks di mana suatu kehendak kolektif yang sudah disadari, dan sampai tingkat tertentu sudah menjelma menjadi tindakan, mulai mengambil bentuk kongkrit. Sejarah sudah menyediakan organisme ini: Partai politik sel pertama dimana berbagai kehendak kolektif yang sedang menjadi universal dan total mulai bergabung
Melihat fenomena yang terjadi di negeri ini partai politik bukan sebagai alat perjuangan kontituen ataupun perjuangan sebuah ideologi dan identitas tetapi partai politik menjadi alat perjuangan para nomadis politik saja. Partai politik hanya menjadi loncatan bukan alat perjuangan kolektif, akhirnya partai politik di monopoli para nomadisme politik.
Delegitimasi yang dilakukan oleh konstituen partai atau lembaga terhadap nomad aktor politik tidak mempunyai pengaruh yang besar, karena biasanya seorang yang nomadisme mempunyai kekuatan uang daripada kekuatan ideologi ataupun identitas lainya.
Nomadisme politik yang berwajah negatif diatas tubuh bangsa ini telah menciptakan sebuah wajah politik yang bersifat permukaan, dangkal, banal, dan hampa makna. Nomadisme politik menciptakan ruang politik yang dikosongkan dari kedalaman, konsistensi, dan transendensi.
Politik berkembang ke arah apa yang disebut Benard Flynn di dalam political philosophy at the Clourse of Metaphysics sebagai politik posmestafisik(Post-metaphysical politict), yaitu wacana politik yang telah kehilangan fondasi transendentalnya dan menjelma mernjadi wajah politik yang bersifat imanen, yang diatasnya setiap aktor politik melakukan bentuk permainan politik yang bersifat permukaan, dangkal, absurd, dan ironis.(Yasraf A. Piliang:2005).
Nomadisme politik yang dilakukan oleh calon gubenur ataupun oleh aktor politik lainya akan menjadi sebuah abiguitas pandangan mereka dalam memahami sesuatu termasuk dalam berbuat, hal ini akan menyebabkan misi yang dilakukan oleh mereka akan mengalami distorsi politik yang sangat besar karena ini akan bermetamorfosis pada otoritas kekuasaannya.
Jangan sampai nomadisme politik yang dilakukan oleh aktor politik terutama oleh para cagub yang akan berkompetisi dalamm pilgub 2007 menjadi sebuah inmoralitas politik sehinga menghilangkan etika berpolitik. Apabila terjadi inmoralpolitik maka segala cara akan dilakukan untuk melawan rival politiknya.

Maret,2007

Tidak ada komentar: