Senin, 14 Januari 2008

SIMALAKAMA

Simalakama
Hutan Kalimantan Barat

Oleh : Deman Huri Gustira S. Hut
“Kerusakan hutan Kalimantan Barat sudah parah sekali, sehingga berdampak terhadap kehidupan masyarakat, baik secara ekonomi, sosial dan ekologis faktor penyebab utamanya adalah illegal logging”


Pada jayanya sektor kehutanan di Indonesia merupakan salah satu sektor non migas andalan dalam hal pemasukan devisa negara. Sehingga sektor ini sering dijuluki mahkota hijau. Karena sektor ini mempunyai fungsi ekonomis, ekologis dan sosial bagi masyarakat terutama masyarakat sekitar hutan.
Namun akhir-akhir ini kerusakan hutan(deforestry) Indonesia tidak dapat terkendali lagi. Data Planalogi Departemen Kehutanan melaporkan kerusakan hutan mencapai 107,79 juta hektar dengan laju kerusakan hutan mendekati 3,8 juta hektar pertahun. Sementara FAO kerusakan hutan Indonesia 1.871 juta hektar pertahun. Dan menurut WWF laju kerusakan hutan sekarang sudah mencapai 1.8 juta hektar per tahun.
Berapa luas kerusakan hutan di Indonesia sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Yang jelas hutan Indonesia telah mengalami kerusakan (deforestry) yang sangat besar. Adapun penyebab utama dari kerusakan hutan disebabkan karena masyarakat melihutan selalu dari draiven economic (dorongan ekonomi), sehingga masyarakat dan pemerintah berlomba-lomba mengekplotasi hutan secara berlebihan untuk kepentingan pasar tanpa memperharikan keletarian dan keberlanjutanya1.

Gambaran Umum Hutan dan Kehutanan Kalimantan Barat
Statistik resmi mengindikasikan 62,5% wilayah kalimantan barat masih berhutan dimana seluas 3,59 juta hektar atau 26.9% merupakan kawasan lindung dengan status. Sekitar 9.1 juta hektar kawasan lindung dengan berbagai status. Sekitar 9,1 juta hektar kawasan berhutan atau 56.9% nya di alokasikan untuk hutan produksi dan konversi.
Tabel.1. Klasifikasi Hutan di Kalimantan Barat.
No Peruntukan Hutan di Kalimantan Barat Luas(ha) % dari luas daratan % dari total Kawasan Hutan
1 Kawasan Lindung
1.1.Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelesatarian Alam
1.1.1. Hutan Cagar Alam
1.1.2. Hutan Taman Nasional
1.1.3. Hutan Wisata Alam
1.1.4. Suaka Alam Laut dan Darat
1.1.5. Suaka Alam Perairan
1.2. Hutan Lindung

153.275
1.252.895
29.310
22.215
187.885
2.307.045

1.0
8.5
0.2
0.15
1.3
15.7

1.7
13.6
0.3
0.2
2.0
25.1
Total Kawasan Lindung 3.952.625 26.9 25.1
2 Kawasan Produksi
2.1 . Hutan Produksi Terbatas 2.445.985 16.7 26.6
2.2. Hutan Produksi 2.265.800 15.4 24.7
2.3. Kawasan produksi yang dapat dikonversi 514.350 3.5 5.6
Total Kawasan Produlsi 5.226.135 35.6
Total Luas Kawasan Hutan 9.178.760 100
Sumber:Statistik Kehutanan Kalimantan Barat, setelah di olah Tim HCVF Kalimantan Barat.
Sesuai dengan teori ekonomi mengeluarkan modal sekecil-sekecilnya dan mengambil untung sebesar-besarnya. Begitu juga dalam pengelolaan di sektor kehutanan. Para pengekplotasi hutan enggan mengembalikan hutan ke bentuk semula, karena akan mengeluarkan modal yang besar.
Akibat dilihat hutan dari sisi draivent economic (dorongan ekonomi) menyebabkan pemerintah dalam membuat kebijakanya pun selalu berorientasi pasar. Contoh kebijakan SKSHH 100 Ha, apabila dilihat dari ilmu silvikultur, pengelolaan hutan dengan SK itu tidak lah mungkin mengembalikan hutan pada keadaan semula.
Pemerintahan daerah membenarkan pengeluaran SKSHH 100ha sebagai alat peningkatan pendapatan daerah. suatu argumentasi layak untuk memecahkan fakta bahwa daerah sekarang harus lebih dulu di kembangkan dengan mengelola dana mereka sendiri. argumentasi umum adalah kedepanya masyarakat lokal harus menikmati keuntungan dari hutan mereka sendiri. Yang sebelumnya di eksplotasi untuk orang-orangnya Soeharto, yakni sebagian besar militer dan kolongmerat yang tinggal di Jakarta4.
Tabel. 2 :Jumlah HPH 100 ha 2000-2001 di Kalimantan Barat (Budiarto et al. 2003)
Daerah 2000 2001 2002 Total
Kapuas Hulu 11 165 159 335
Sintang 102 176 186 464
Sanggau 1 7 12 20
Sambas 4 13 7 24
Bengkayang 0 1 1 2
Landak 0 4 9 13
Pontianak 12 32 31 75
Ketapang 1 1 9 11
Total 131 399 414 944
Ketika melihat sektor kehutanan hanya dari sisi draiven economict, maka menyebabkan : Pertama:konversi lahan berlebihan, misalnya mengubah lahan hutan menjadi perkebunan dan pertambangan seperti yang dilakukan oleh perusahaan di sektor perkebunan di kalbar. Ini akan menyebabkan ikut nendorong mempercepat kerusakan hutan.
Illegal logging merupakan s faktor penyebab kerusakan hutan. Saat ini sudah dianggap menjadi faktor yang paling dominan dalam hal menyebabkan kerusakan hutan. Sehingga ketika SBY awal menjabat menjadi presiden RI mengeluarkan Inpres no 4 tahun 2005 tentang mempercepat pemberantasan kasus illegal logging, tetapi pada kenyataanya kasus illegal logging sampai sekarang masih terjadi dan cukong-cukong yang tertangkap pun bebas dari jeratan hukum.
Kebakaran hutan ini terjadi pada saat musim kemarau, dengan alasan untuk mempercepat land clearing(Pembersihan lahan) pembakaran hutan menjadi alternatif metode dianggap yang paling murah. Namun kenyataanya kebakaran dapat menyebabkan terjadinya pembakaran terhadap areal berhutan lainya. Kebakaran ini selain menyebabkan kerusakan hutan, juga menyebabkan kerusakan seluruh ekosistem yang ada dalam hutan.
Benturan Kepentingan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. Benturan kepentingan ini menyebabkan terjadinya mismanajemen dalam penggelolaan sumber daya hutan. Contoh pemerintah pusat memplot kawasan hutan A menjadi kawasan konservasi, sementara pemerintah provinsi dan kabupaten memplot kawasan hutan tersebut dijadikan kawasan perkebunan, sehingga terjadi konflik berkepanjang antara pemerintah pusat dan daerah ini juga ambil andil dalam perusakan hutan.
Sektor kehutanan yang dahulu kala pernah menjadi salah satu sektor dominan dalam memenuhi kebutuhan rakyat di sekitar hutan dan Negara dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan devisa negara. Namun sekarang, sebaliknya setelah terjadi kerusakan berlebihan di sektor kehutanan, bencana akan selalu menghantui republik dan daerah ini. Pemerintah harus menanggung biaya sosial dan ekologis yang tidak terhitung nilainya.
Ada beberapa bencana yang akan dihadapi oleh kita semua, ketika hutan mengalami kerusakan yang sangat besar. Bencana alam akibat kerusakan hutan yang terjadi mengingatkan kita bagaimana tanah longsor yang terjadi di Jember, Sumut, Sulses, Kaltim, Kalsel dan Kalbar yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Ini semua akibat kerusakan hutan di daerah tersebut
Bencana ekologis dengan kerusakan hutan yang sangat besar, menyebabkan berbagai sumberdaya alam hayati akan ikut musnah. Sehingga akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem.
Bencana kemanusiaan, kita ingat demo mogok makan buruh PT Liberty selama dua minggu, menuntut perusahaan untuk mengganti rugi, karena gaji mereka tidak dibayar oleh perusahaan, sampai mereka harus mengkonsumsi batang pisang sebagai pengganti nasi. Hal tersebut akibat kerusakan hutan yang telah mematikan perusahaan tersebut. Akibatnya puluhan ribu karyawan perkayuan di PHK. Ini jelas, akan menambah jumlah pengangguran dan terjadi pemiskinan baru di Kalbar.
Saat ini ada sekitar 48.8 juta penduduk Indonesia yang bermungkim di wilayah hutan dari jumlah tersebut 10,2 juta orang adalah orang miskin dan sekurang-kurangnya enam juta orang tergantung kehidupan padasumber daya hutan (kompas, 6/7/06) akibat kerusakan hutan tersebut akan mengancam kemiskinan masyarakat di republik ini.










PERMASALAHAN SEKTOR KEHUATAN





















Sumber:Masyarakat Perhutanan Indonesia Komda Kalbar 2007
Kerusakan Hutan Kalbar

Di tahun 2003, sekitar 34.4% daratan Kalimantan Barat di golongkan telah terdegradasi, 32.4% dari total kawasan berhutan dianggap terdegradasi. Dalam kurun 2000-2002, total degradasi lahan meningkat pesat hingga 12.2% dari total daratan.
Laju deforestasi di Kalimantan Barat secara umum pada kurun waktu 1985 -1997 adalah 2,1 % dari luas daratan setiap tahunya. Dalamnya kurun waktu 1985-2001, sekitar 2,9 juta ha luas kawasan lindung dataran rendah hilang di kalimantan.

Tabel 3. Degradasi lahan hutan di Kalimantan Barat.
No Tahun Lahan Kritis
Dalam Kawasan Hutan(Hektar) Lahan Kritis
Di luar Kawasan
(Hektar) Luas Total
Lahan Kritis
(Hektar) Presentase Terhadap Luas Wilayah (%)
1 1998/2000 1.483.966 1.745.135 3.229.101 22.0
2 2000 1.501.593. 1.758.686 3.260.279 22.2
3 2001 2.023.915 1.760.910 3.784.825 25.8
4 2002 2.072.570 2.978.700 5.051.270 34.4
5 2003 2.069.158 2.973.879 5.043.037 34.4
Sumber: Master Plan Rehabilitas Hutan dan Lahan Kalimantan Barat,2003-2007 setelah diolah Tim HCVF Kalimantan Barat.

Illegal Loggingkah Faktor Utama Kerusakan Hutan...?
Pasca otonomi daerah digulirkan istilah illegall logging makin populis di kalangan masyarakat. Karena yang dianggap menjadi faktor utama dalam menyebabkan terjadi kerusakan hutan dan rontoknya industri kehutanan di Indosnesia adalah disebabkan Ilgal logging.
Dengan berbagai modus operandi para pelaku illog melakukan penjarahan langsung terhadap kekakayaan hutan di Indonesia ataupun di Kalbar. Yang melakukan bukan hanya warga negara Indonesia tapi warga negara asing juga pada umumnya mereka sebagai pemilik modal.
Tidak dipungkiri bahwa praktek Ilegall logging menjadi rente ekonomi(economic rent) bagi pemilik modal, tetapi jelas merupakan kegiatan ekonomi haram yang sangat eksplotatif, dan tidak membangun pertumbuhan yang berkeadilan apalagi berkelanjutan dalam pengelolaan SDH(sumber daya hutan). Nalar inilah yang selama ini menjadi landasan segala regulasi dan operasi lapangan dalam memerangi illog. Harapanya , melalui pemeberantasan Illegall logging. Penggelolaan sumber daya hutan akan menghasilkan pertumbuhan berkeadilan dan berkelanjutan.6

Tipeogi Illegal Logging
Peranan industri kayu.
Akibat dari kapasitas industri kayu yang terlalu besar, tidak sebandingnya antara kebutuhan kayu yang dibutuhkan oleh perusahaan perkayuan menyebabkan terjadinya pencurian kayu secara illegal secara besar-besaran untuk memasok bahan baku terhadap perusahaan.


Tabel. 4. Kondisi dan Analisis Pasokan dan Kebutuhan Bahan Baku Log Kalbar
Permasalahan Supply Deman Bahan Baku timpang
No Kebutuhan dan Produksi Volume (m3) Keterangan
A Kebuuhan kayu bulat 2002/2003
1. Industri terkait HPH
2. Industri tidak terkait HPH

402.000

2.190.180 Industri Plywood
Tahun Unit
1993
2004
2007 19
9.0
7.0
Sub Total 2.592.186 Ket
Kondisi HPH setengah kolaps
HPH sendiri /KSO/
Kontra Suplay
B Produksi kayu bulat rata-rata pertahun
1. HPH
2. IPK
3. HPH 100 Ha

541.383
91.464
933.841


Sub Total B 1.566.88
C Kesenjangan Produksi 1.025.498
Hasil riset ICW dan Greennomic(Agustus 2004)
Murk Up SKSHH
Kepemilikan izin untuk memproduksi kayu olahan dan hasil industri kayu lainya yang besar memicu terjadinya penyalahgunaan penerbitan SKSHH yang sah untuk menutupi penebangan, transportasi, dan pemrosesan kayu hasil curian. Jumlah SKSHH yang seharusnya di terbitkan bisa jauh melampaui jumlah SKSHH yang seharusnya diterbitkan berdasarkan konsep pengelolaan hutan lestari.

Pembelian kayu secara bebas
Sumber kayu dari pembelian bebas patut dicurigai dapat berasal dari kayu hasil penebangan liar. Hasil penebangan kayu oleh pemegang konsesi HPH dan pemegang IPK tidak akan menjadi sumber kayu untuk pembelian bebas.

Mencari Dokumen SKSHH
Setiap pemilik IPHK memiliki orang kepercayaan untuk mengurus dokumen SKSHH. Jika kayu yang diperoleh masih dalam batas izin IPHHK, mencari dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan(SKSHH) untuk mengangkut kayu bulat maupun kayu olahan bukanlah sesuatu yang sulit. Seperti yang terjadi pada kasus SBAL .

Penyalahan Guna Izin HGU Perkebnunan
Izin perkebunan di salah gunakan oleh pemilik izin hanya untuk melakakukan penebangan daerah yang masih kaya hutan, setelah kekayaan hutannya habis dieksplotasi secara illegal maka mereka meninggalkan areal tersebut tanpa di tanami dengan perkebunan sawit, dan kasus ini sepertinya lagi trend terjadi pada saat ini.

Modus Operandi dalam illlegal logging
Adapun jenis-jenis pelanggaran hukum(modus operandi) di sektor kehutan yang ditemukan selama pemberantasan illegal logging oleh Pollri antara lain.
1. Di hilir
a. Pemalsuan dokumen asal usul kayu.
b. Manipulasi / penyimpangan penggunaan dokumen kayu seperti dokumen Terbang, penggunaan dokumen berulang, dokumen lelang fiktif, tujuan Angkutan fiktif, Pengangkutan tanpa dokumen , Pencucian uang hasil dari praktek illegal logging, dan fisik kayu tidak sesuai dengan yang tertera dalam DHH baik jenis, jumlah dan volume.
c. Adanya korupsi antara oknum pejabat dan pelaku illegal logging dalam upaya manipulasi data dengan fisik kayu.
2. Di Hulu:
a. Izin IPK/UPHHK tidak sah(Diterbitkan oleh pejabat yang tidak berwenang).
b. Izin pemasukan dan penggunaan Peralatan, Izin Perpanjangan Penggunaan Peralatan dan izin pemindahan Peralatan tidak sah dan ataupun tidak ada.
c. Pemilik IPK/IUPHH tidak mempunyai kayu yang cukup sesuai dengan RKL /RKT sehingga melakukan penebangan diluar arealnya serta potensi kayu yang tidak cukup sesuai dengan target yang diizinkan.
d. Membeli dan menampung kayu secara illegal.
e. Terjadi perbuatan Korupsi antara oknum pejabat dengan pelaku illegal logging dalam pemberiaan izin pemamfaatan hasil hutan kayu.8
Dampak dari Illegal Logging
1. Tidak kurang 864.000 m3 logs setahun keluar ke negeri jiran
2. Kerusakan hutan kalbar hampir seluas 165.000/thn(=23x luas lapangan bola/jam)
3. “Total loss” perekonomian negara di rugikan + Rp. 220 Milyar(dari royalti PSDH. DR & PBB).
4. Mengancam kelestarian fungsi lingkungan/ekternalitas(Erosi,banjir &sendimentasi)
5. Merusak mental, moral rakyat dan citra kalbar dimata dunia internasional.

Pelaksanaan Inpres No 4 Tahun 2005 Beralan di Tempat
Walaupun Presiden Republik Indonesia, telah mengeluarkan Instruksi presiden Nomor 4 tahun 2005 tentang pemeberantasan Penebangan Kayu secara illegal di Kawasan Hutan dan Peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Adanya Inpres no 4 tahun 2005 di respon secara positif oleh berbagai intansi terkait dalam pemberantasan illegal logging. Karena sebagai konsekuensi dari inpres tersebut adalah:
1. Melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
2. Menindak tegas dan memberikan sanksi terhadap oknum petugas di lingkungan yang terlibat dengan kegiatan penebangan kayu secara illegal di dalam kawasan hutan dan peredaranya.
3. Melakukan kerja sama dan saling koordinasi untuk melaksanakan pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia.
4. Memamfaatkan informasi dari masyarakat yang berkaitan dengan adanya kegiatan kayu secara illegal dan peredaranya.
5. Melakukan penanganan segera mungkin barang bukti hasil operasi pemberantasan penebangan kayu secara illegal di kawasan hutan dan peredaranya di seluruh wilayah Republik Indonesia .9
Tapi dalam melaksanakan Inpres tersebut, Intansi terkait belum bisa menjalankanya dengan baik. Faktanya, walauupun sudah beberapa tahun inpres itu dikeluarkan tetapi kasus illegal logging masih marak di beberapa daerah.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa realisasikan kurang baik:
1. Kurang singkronisassi berbagai peraturan perundang-undangan yang ada maupun peraturan pelaksanaan lainya di bidang kehutanan baik di pusat ataupun didaerah.
2. Kurangnya koordinasi antara aparat penegak hukum(criminal juntice system).
3. Belum adanya persamaan persepsi dari Aparat Penegak Hukum terhadap ketentuan Kehutanan yang berlaku dalam perkara Tindak Pidana Kehuatan yang sedang di tangani.
4. Belum terciptanya penanganan perkara Tindak Pidana Kehutanan “ Satu Atap” guna percepatan penyelesaian.
Kemanakah Kerja Pokja Illog Kalbar
Dalam menghadapi kerusakan hutan yang diakibatkan oleh illegal llogging sudah banyak operasi yang dilakukan oleh pihak terkait. Namun operasi tersebut seolah belum mampu membuat jera para pelaku illog. Sampai di bentuk pokja pemberantasan illog tinggkat provinsi kalbar. Namun pokja tersebut sampai sekarang belum mampu menyelesaikan permasalahan kehutanan di kalbar yang di akibatkan oleh illegal logging. Bahkan pokja tersebut solah tidak kedengaran kinerjanya.
Semua sudah sepakat, bahwa salah satu penybab kerusak hutan adalah akibat illegal logging. Lajunya kerusakan hutan yang disebakan oleh illegal loging makin tidak terkendali yang berakibatkan terjadinya bencana dibeberapa daerah di bagian republic ini sehingga membuat pemerintahan SBY berinisiatif mengeluarkan Intruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu illegal di kawasan hutan dan peredarannya diseluruh silayah republik Indonesia.
Dikalimantan barat Tim tersebut sudah dibentuk dengan keputusan Gubenur Kalimantan Barat Nomor :417 Tahun 2004 yang anggotanya langsung diketuai oleh Gubenur Kalimantan Barat Usman Djafar dan diisi oleh Dinas-dinas terkait. Namun pada kenyataanya Tim tersebut sampai sekarang belum mepunyai program yang jelas I, walaupun sudah 3 tahun lamanya tebentuk.
Tim yang dibentukpun belum kelihatan eksitensinya dalam melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan Surat keputusan Gubenur Kalimantan Barat,karena kurangnya Koordinasi antara Dinas terkait yang ditunjuk dalam Tim tersebut dan adanya benturan tugas kerja antara Dinas satu dengan yang lainya.
Akibat lemahnya koordinasi antara intansi terkait sehingga, antara Dinas kehutanan dan kepolisian, siapa yang bergerak secara langsung dilapangan dalam menindak illegal logging, Kepolisian meminta mereka yang terdepan dalam menindak pelagran kasus Illog, sebaliknya dinas kehutanan juga seperti itu, dan permasalahan tersebut sampai sekarang belum terselesaikan.
Soenarno salah satu dalam tim tersebut mengatakan “Walaupun Tim ini tidak berjalan sama sekali, bukan dalam Arti Dinas Kehutanan tidak bergerak dalam pemberantasan illegal logging. Dinas Kehutanan tetap konsen dalam pemberantasan illegal loggin, namun memang banyak kelemahan dalam pemberantasan illegal loggin ketika Tim ini bergerak sendiri-sendiri dilapangan”.
Dampak Tim itu tidak berjalan dalam pemberantasan Illigal loging adalah ketika terjadinya penangkapan dan gelar perkara siapa yang paling terdepan, seperti kejadian hilangnya barang bukti akan dijualnya barang bukti oleh intansi tertentu. Sehingga ini memunculkan kecurigaan antara Intasnsi terkait.
Terakhir adalah pansus illog yang akan dibuat oleh DPRD tingkat provinsi Kalimantan Barat, namun tim itu kandas di meja pimpinan, Menurut sumber dari Dewan yang dapat dipercaya bahwa Tim itu tidak berjalan karena di dalam DPRD syarat dengan kepentingan baik kepentingan politik ataupun kepintingan bisnis.

Komitmen Pimpinan Daerah


Kalau dilihat dari segi komitmen di tingkat Provinsi pimpinanya Gubenur yang bertanggung jawab dalam Tim ini, kalau Tidak berjalan bearti Gubenurnya tidak mempunyai komitmen dalam pemberantasan kasus illegal logging.
Tim pemberantasan Illegal logging dibentuk sudah hampir tiga tahun namun strategi pemberantasan Illegal loging belum dibuat, Ini mengindikasikan bahwa pinpinan daerah belum mempunyai politicall will dalam pemberantasan Illegal logging.
Pemerintah daerah memang kurang pro aktif dengan masalah Tim ini, semestinya Pemda proaktif untuk mengkoordinasikan Tim ini dalam hal ini Gubenur ataupun Asistenya yang terlibat dalam Tim ini, termasuk dalam hal Pendanaan
Masalah Tim di Tingkat Provinsi tidak berjalan, selain masalah Political Will dari pinpinanya, juga masalah koordinasi, masalah adanya Tumpang tindih dengan antara tim, , dan benturan tugas itu tidak akan terjadi apabila antar Tim ada kordinasi dengan baik.
Dalam SK dan diperkuat oleh Inpres no 4 Tahun 2005,Tentang Pemberantasan Penebangan Dan Perdarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia, Tugas masing-masing Intasi sudah Jelas, Mestinya tumpang Tindih tugas dilapangan tidak terjadi.
Tidak berjalanya Tim Pemberantasan Illegal logging di Tingkat Provinsi ataupun di tingkat Kabupaten karena mereka tidak mempunyai program yang jelas belum mempunyai persepsi yang sama dalam pelaksanaan tugas..
Dan apabila Gubenur tidak melaksanakan Tugas Ini Gubenur mengbaikan peresiden Intruksi Presiden no 4 tahun 2005, metinya mereka saling memback-up tim satu masa
Masalah dan koordinasi itu sebenarnya bisa diatasi kalau pimpinya mempunyai komitmen dalam pemberantasan Illegal logging, banyak pos dana yang bisa di gunakan oleh Tim, tapi bagaimana tim bisa mendapatkan dana sementara mereka belum mempunyai Strategi, program bersama. Bahkan sudah dua Tahun Tim Ini dibentuk barus satu kali mengadakan pertemuan.
Lantas mengapa untuk apa SK Gubenur tentang pembentukan Tim tersebut, apakah Gubenur membuat Tim itu hanya kepentingan formalitas hanya untuk melaksanakan Intruksi Presiden saja.
kepemimpinan di tingkat provinsi interes dalam pemberantasan Illegal logging, sehingga Tim ini hanya di bentuk di SK kan oleh Gubenur tetapi rencana aksinya tidak jelas.
Dan kejadian ini adalah tantangan buat masyrakat sivil untuk mendorong percepatan pemberatas Illlegal loging, karena di kalbar pemberantasan Illegal Loging lebih besar di dorong oleh peranan Masyarakat civil dibandingkan oleh pemerintah
Ada dua hal yang harus dilakukan masalah Internal dan Eksternal. Internal kalau ini agenda pemerintahan SBY, ini harus dilaksakan oleh pemerintah, dari mulai pusat sampai ketingkat pemerintahan daerah baik Provinsi ataupun Kabupaten.
Eksternal, Tantangan buat masyarakat civil untuk mengontrol tim ini, supaya Tim ini berjalan dengan baik sehingga agenda-egenda pemberantasan Illegal logging didaerah Ini dapat diatas dengan baik. “Ini harus menjadi Agenda masyrakat civil karena illegal logging bukan semata-mata masalah lingkungan semata, tetapi masalah, kemiskin, kebodohan dan Korupsi.

Konflik Kebijakan
Menteri kehutanan pernah mengeluarkan kebijakan tentang pencabutan izin HPH yang masa berlakunya sudah habis di seluruh provinsi di Indonesia termasuk di Kalbar. Hal ini menyebab gerahnya pemerintah Daerah. Karena pemerintah daerah merasa di langkahi oleh Menhut, walaupun dengan berbagai alasan. Salah satunya alasanya adalah menipisnya pasokan kayu dari hutan Indonesia.
Keputusan tersebut membuat beberapa elemen pengusaha dan pemerintah daerah marah, alasannya karena otonomi daerah. Pusat tidak bisa campur tangan secara langsung dalam pengelolaan hutan di daearah. Alasanya sekarang sudah Otonomi daerah bukan zaman sentralistik lagi.
Dilain pihak pelaksaanaan otonomi daerahpun sedang menghadapi tantangan, karena menurut hasil survai Lembaga Survai Indonesia(LSI), bahwa pelaksanaan otonomi daerah gagal. Pemerintah Daerah tidak berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya dan memajukan pembangunan.
Sebenarnaya otonomi daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah harus menjadi sebuah harapan besar bagi pemerintah daerah (local goverment) dan masyarakat untuk membangun daerahnya secara leluasa dan mandiri. Yang tentunya sesuai dengan prinsif-prinsif otonomi daerah dan tanpa intervensi langsung dari pemerintah pusat.
Dalam hal ini termasuk di dalamnya mengenai pengelolaan sumberdaya alam (natural resources) yang katanya bertujuan membangun masyarakat yang adil dan sejahtera .Termasuk dalam pengelolan di sektor kehutanan. Sektor kehutanan sempat menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang paling besar. Sehingga ketika otonomi daerah mulai digulirkan, penggelolaan sumber daya hutan menjadi sumber konflik antara pusat dan daerah.
Walaupun perubahan atau pembenahan peraturan tersebut terus dilakukan, namun sangat disayangkan, perubahan kebijakan kehutanan Indonesia baik pusat ataupun daerah belum mampu membawa kemajuan yang signifikan terhadap keberadaan hutan.
Karena masih adanya benturan kewenangan (conflict of authority) antara kedua belah pihak yaitu antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat tidak mampu berbuat banyak terhadap pengelolaan hutan, sehinga tidak ada yang di untungkan dengan adanya konflik kebijakan dan kewenangan tersebut.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan SBY di bidang kehutanan saja tidak berjalan efektif, karena kontrol dari pemerintah pusat dalam beberapa hal termasuk illegal logging yang dikoordinator oleh Menkopolkam pun tidak berjalan dengan baik.
Di peraturan tersebut SBY dengan Inpres no 4/2005 menuntut supaya pelaku illegal logging di tindak secara tegas dengan di komandoi secara langsung oleh menkopolkam. Sementara pemerintah melalui menteri kehutanan pernah mengeluarkan permenhut 55/2004 tentang penataan usahaan hasil hutan, dimana pada hakekatnya kepmenhut tersebut akan lebih mempercepat terjadi eksplotasi hutan dan mempermudah proses kayu illegal menjadi legal.
Menurut Mochammad Maksum dalam Makalahnya Permenhut 55/2006, Pelembagaan Pabrik Sebagai Log Laundry, Permenhut yang mengatur tata-niaga perkayuaan,tidak akan memperbaiki kinerja tata –niaga kayu dalam menghasilkan pertumbuhan perekonomian yang berkeadilan dan berkelanjutan, tetapi sebaliknya menghancurkan prospek ekonomi SDH. Tentu ini adalah ironi struktural yang memprihatinkan. Regulasi semestinya merupakan strategi intervensi untuk memperbaiki kinerja tata –niaga, tetapi peraturan ini malah merusak sistem tata-niaga SDH.
Lebih ironis lagi, ketika banyak pihak sedang giat-giatanya mempromosikan kemungkinan pembekuan uang tidak halal hasil Illegal logging melalui pembekuan Money Laundry,Permenhut ini justru berpotensi memicu pelembagaan fungsionalisasi pabrik atau unit pengolahan kayu menjadi Log Laundry. Fungsi pabrik sebagai Log Laundry menjadi lebih penting dibandingkan dengan fungsi konvesionallnya sebagai processing unit.
Nah, dari sini dapat kita lihat tumpang tindih kebijakan yang akhirnya menyebabkan kebingungan semua pihak. Peraturan mana yang harus dijadikan acuan. Ada kecenderungan masing-masing elemen termasuk Dishut menggunakan peraturan yang menurutnya menguntungkan bagi kepentingannya, yang akan mereka gunakan.
Karena persepsi yang selalu berbeda antarapemerintah pusat, Dishut Provinsi dan pemda kabupaten maka terjadilah ketidak harmonisan di antara lembaga pemerintahan. Sehingga sistem pengelolaan hutan saat ini menjadi tidak teratur. Tarik menarik kewenangan antara pemerintah pusat, pemrop dan pemerintah kabupaten, masih terus berlangsung walaupun jalur penyelesaianya terus diupayakan.
Wewenang berdasarkan undang-undang (constitutional divicion of fower), tidak dapat dilaksanakan dengan baik, karena selain adanya benturan peraturan antara pemerintah pusat dan daerah baik pemerintah provinsi ataupun dengan kabupaten masih terjadi konflit otoritas (conflict authorithy) dan benturan antara instansi terkait.
Juga pengelolaan kekuasaan (power manajemen) yang masih berorientasi pada ekonomi, ikut memperburuk kebijakan kehutanan yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga terjadi perselingkuhan politik antara pasar dan pemerintah. Sehingga pemberantasan illegal logging sulit di selesaikan.
Diharapkan konflik kepentingan antara pemerintahan pusat dan daerah juga pengusaha bisa diselesaikan dengan baik. Permasalahan kalau ini terjadi berlarut-larut akan mempunyai dampak negatif yang signifikan dalam pengelolaan sumber daya Hutan yang masih tersisa di republik ini.
Karena kalau konflik kepentingan terus menerus-menerus ini terjadi dalam pengelolaan sumber daya hutan, jangan harap pengelolaan hutan secara lestari akan tercapai tetapi sebaliknya pengelolaan hutan akan makin suram karena pemerintah terjebak pada konflik kebijakan yang akhirnya menyebabkan terjadinya konflik kewenanangan dan kepentingan, sehingga menyebakan ketidak jelasan dalam sistem pengelolaannya.

Oktober,2003

Daftar Pustaka ,
1. Huri Deman, 2006, Prahara Mahkota Hijau, Pontianak Post. Pontianak
2. Identifikasi Kawasan Hutan Bernilai Konservasi Tinggi Secra Lanskapndi Kalimantan Barat Sebuaj Kajia Literatarur. 2007,WWF indonesia. Pontianak.
3. Huri Deman., 2007,Quo Vadis Pengeloaan Hutan Kalbar, Pontianak Post.
4. Yasmin Yurdi dkk, 2005.The Complexities of Managing Forest Resources in Post- decentralization Indonesia.Untan, Yayasan Konservasi Borneo and CIFOR, Indonesia
5. Masyarakarat Perhutnan Indonesi.2007, Dampak Pemberantasan Penebangan Kayu Secara illegal dan Peredaranya Terhadap Eksitensi Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Barat.
6.Mochammad Maksum, 2006, Permenthut 55/2006. Pelembagaan Pabrik Log Ranudry. Makalah Diskusi Hotel Santika, Pontianak
7.Setiono Bambang. 2007. Analisis Kasus Illegal Logging di Kabupaten Katingan Kalimantan Tengah.CIFOR, Bogor.
8. MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN RESERSE KRIMINAL, 2007, Perlindungan dan Penegakan Hukum dalam Impletasi INPRES NO 4/2005, Jakarta.
9.Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat,2007, Penegakan Hukum Tehadap Pelaku Illegal Logging dan Illegal Trade.Kejaksaan Tinggi Kalbar, Pontianak Kalbar.

Tidak ada komentar: