Senin, 14 Januari 2008

PRAHARA MAHKOTA HIJAU

Prahara “mahkota hijau”
Oleh: Deman Huri Gustira

Menteri Kehutanan M S. Ka’ban beberapa waktu yang lalu berkata bahwa Indonesia satu tahun ke depan akan mengalami bencana yang cukup besar secara merata di penjuru negeri ini. Hal ini disebabkan kerusakan hutan yang terjadi di negeri ini.
Menurut penulis pernyataan ka’ban adalah pernyataan memang realistis dan pengakuan ini menunjukan ketidakmampuan dan rasa prustasi seorang Menteri Kehutanan dalam menyelamatkan hutan dari kerusakan di negeri ini.
Pada jayanya sektor kehutanan merupakan salah satu sektor non migas andalan dalam hal pemasukan untuk devisa negara. Sehingga sektor ini sering dijuluki mahkota hijau. Karena sektor ini mempunyai fungsi ekonomis, ekologis, sosial dan religi bagi kalangan masyarakat sekitar hutan.
Data Planalogi Departemen Kehutanan melaporkan kerusakan hutan mencapai 101,79 juta hektar dengan laju kerusakan hutan mendekati 3,8 juta hektar pertahun. Sementara FAO kerusakan hutan Indonesia 1,871 juta hektar pertahun. Dan menurut WWF laju kerusakan hutan sekarang sudah mencapai 1.8 juta hektar per tahun.
Berapa luas kerusakan hutan di Indonesia sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Yang jelas hutan Indonesia telah mengalami kerusakan (deforestry) yang sangat besar. Adapun penyebab utama dari kerusakan hutan akibat kebanyakan dari kita melihat hutan selalu dari kacamata draiven market (dorongan pasar), sehingga masyarakat dan pemerintah berlomba-lomba mengekplotasi hutan secara besar-besaran tanpa memerhatikan kelestarian dan nasib generasi akan datang.
Sesuai dengan teori ekonomi mengeluarkan modal sekecil-sekecilnya dan mengambil untung sebesar-besarnya. Begitu juga dalam pengelolaan di sektor kehutanan. Para pengekplotasi hutan enggan mengembalikan hutan ke bentuk semula, karena akan mengeluarkan modal yang besar.
Akibat dilihat hutan dari sisi draivent market (pasar) menyebabkan pemerintah dalam membuat kebijakanya pun selalu berorientasi pasar. Contoh kebijakan SKSHH 100 Ha, apabila dilihat dari ilmu silvikultur, pengelolaan hutan dengan SK itu tidak lah mungkin mengembalikan hutan pada keadaan semula.
Ketika melihat sektor kehutanan hanya dari sisi draiven market, maka menyebabkan konversi lahan berlebihan, misalnya mengubah lahan hutan menjadi perkebunan dan pertambangan seperti yang dilakukan oleh perusahaan di sektor perkebunan di kalbar dan PT. Freeport di Papua. Ini akan menyebabkan kerusakan hutan.
Illegal logging saat ini sudah dianggap menjadi faktor yang paling dominan dalam hal menyebabkan kerusakan hutan, sehingga SBY harus mengeluarkan Inpres mempercepat pemberantasan kasus illegal logging, tetapi pada kenyataanya kasus illegal logging sampai sekarang masih terjadi dan cukong-cukong yang tertangkap pun bebas dari jeratan hukum.
Sementara itu kebakaran hutan ini terjadi pada saat musim kemarau, kebakaran hutan yang terjadi ada dua jenis kebakaran yang terjadi secara alami dan kebakaran yang disebabkan oleh manusia. Kebakaran ini selain menyebabkan kerusakan hutan, juga menyebabkan kerusakan seluruh ekosistem yang ada dalam hutan.
Adanya benturan kepentingan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten. Benturan kepentingan ini menyebabkan terjadinya mismanajemen dalam penggelolaan sumber daya hutan. Contoh pemerintah pusat memplot kawasan hutan A menjadi kawasan konservasi, sementara pemerintah provinsi dan kabupaten memplot kawasan hutan tersebut dijadikan kawasan perkebunan, sehingga konflik berkepanjang antara pemerintah pusat dan daerah ini juga ambil andil dalam perusakan hutan.
Yang jelas kesemua factor tersebut telah menyebabkan kerusakan di sektor kehutanan, sehingga terjadi prahara di sektor tersebut. Yang lebih dikenal dengan prahara ”mahkota hijau”, sektor kehutanan yang dahulu kala menjadi salah satu sektor dominan dalam memenuhi kebutuhan rakyat di sekitar hutan dan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dan devisa negara. Namun sekarang, sebaliknya setelah terjadi prahara di sektor kehutanan, bencana akan selalu menghantui republik dan daerah ini. Pemerintah harus menanggung biaya sosial dan ekologis yang tidak terhitung nilainya.
Ada beberapa bencana yang akan dihadapi oleh kita semua, ketika hutan mengalami kerusakan yang sangat besar. Bencana alam akibat kerusakan hutan yang terjadi mengingatkan kita bagaimana tanah longsor yang terjadi di Jember, Sumut, Sulses, Kaltim, Kalsel dan Kalbar yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Ini semua akibat kerusakan hutan di daerah tersebut
Bencana ekologis dengan kerusakan hutan yang sangat besar, menyebabkan berbagai sumberdaya alam hayati akan ikut musnah. Sehingga akan terjadi ketidakseimbangan ekosistem. Apa yang terjadi? Ketika terjadi ketidakseimbangan ekosistem di sekitar kita, yang terjadi adalah perubahan perilaku hewan-hewan di sekitar hutan dan perubahan genetik tumbuh-tumbuhan. Yang akhirnya mereka berimigrasi ke lingkungan hidup manusia, seperti yang terjadi di Kabupaten Ketapang dan Sintang, jutaan belalang berimigrasi kelahan pertanian, sehingga ribuan tanaman pertanian diluluh lantakan dikonsumsi belalang tersebut.
Bencana kemanusiaan, kita ingat demo mogok makan buruh PT Liberti selama dua minggu, menuntut perusahaan untuk mengganti rugi, karena gaji mereka tidak dibayar oleh perusahaan, sampai mereka harus mengkonsumsi batang pisang sebagai pengganti nasi. Hal tersebut akibat kerusakan hutan yang telah mematikan perusahaan tersebut. Akibatnya puluhan ribu karyawan perkayuan di PHK. Ini jelas, akan menambah jumlah pengangguran dan terjadi pemiskinan baru.
Saat ini ada sekitar 48.8 juta penduduk Indonesia yang bermungkim di wilayah hutan dari jumlah tersebut 10,2 juta orang adalah orang miskin dan sekurang-kurangnya enam juta orang tergantung kehidupan padasumber daya hutan (kompas, 6/7/06) akibat kerusakan hutan tersebut akan mengancam kemiskinan masyarakat di republik ini.
Dengan hilangnya “mahkota hijau” di Indonesia, dampaknya sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di Indonesia termasuk di Kalimantan Barat, karena masyarakat di daerah ini ketergantunganya sangat tinggi terhadap sektor kehutanan. Ketika “Mahkota Hijaunya” mengalami prahara sampai mencapai kehancuran luar biasa dan tidak terkendali.
Bencana akan selalu menghantui republik dan daerah ini. Seperti, Banjir, kemiskinan, musnahnya ribuan keanekaragaman hayati, kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan berbagai bencana lainya. Bencana yang kita hadapi sekarang akibat kerusakan hutan, Bencana yang terjadi saat ini tidak akan hanya dirasakan oleh generasi saat ini saja, tetapi bencana ini akan berlanjut dan dirasakan oleh anak cucu kita. Apabila prahara Mahkota Hijau terjadi terus menerus dan tidak diatasi secara serius.

Tidak ada komentar: